Kamis, 12 Mei 2011

Kembali Ke Wembley

Final ke-56 Liga Champions telah dipastikan akan mempertemukan Barcelona melawan Manchester United. Pertandingan final akan digelar 28 mei 2011 (Red- atau 29 mei 2011 WIB) di Stadion legendaris Wembley, London. Pertemuan kedua tim di final kali ini menjadi pertemuan kedua dalam kurun waktu 3 tahun. Kita ketahui pada final Liga Champions 2009 di Stadion Olimpico Roma, kedua tim juga saling bertemu. Pada saat itu tim asuhan Pep Guardiola berhasil mengungguli pasukan Sir Alex Ferguson dengan skor 2-0 melalui gol Samuel Eto’o dan Lionel Messi. Semenjak format baru Liga Champions digunakan pada musim 1992/1993, baru sekali terjadi partai ulangan final. Yaitu antara AC Milan melawan Liverpool. Kedua tim bertemu di final pertama pada musim 2004/2005. Kemudian bertemu kembali di Final Liga Champions 2006/2007. Dari dua final tersebut tidak ada dari kedua tim yang unggul. Liverpool menang di Final pertama melalui adu penalti setelah bermain imbang 3-3 di waktu normal 90 menit ditambah 30 menit perpanjangan waktu. Namun, AC Milan mampu membalas di pertemuan final kedua mereka pada tahun 2007 dengan skor 2-1.
Selain fakta tersebut, ada fakta lain yang cukup menarik dari final kali ini yang diselenggarakan di Wembley. Kedua Tim, baik Barcelona maupun Manchester United mempunyai kenangan indah di Stadion ini. Kurang lebih 43 tahun yang lalu tepatnya pada musim 1967/1968, Manchester United berhasil meraih gelar pertamanya di Piala Champions (Red- Liga Champions) setelah mengalahkan Benfica 4-1 di Stadion Wembley. Kemudian,pada musim 1991/1992 Barcelona berhasil meraih trofi pertamanya di Piala Champions mengalahkan Sampdoria 1-0 di Final yang diselenggarakan di Stadion Wembley. Wembley memang telah menjadi tempat yang penting dan juga bersejarah bagi kedua tim di Liga Champions. Barcelona dan Manchester United sama-sama telah mengoleksi 3 gelar Liga Champions. Jadi, patut ditunggu siapakah yang akan mengambil gelar ke-4 di Wembley. Barcelona atau Manchester United?

Kamis, 05 Mei 2011

Monoton VS Pragmatis

Mungkin hanya segelintir orang yang akan memungkiri keindahan ”Tiki-Taka” ala Barcelona. Simpel namun rumit, itulah yang dapat menggambarkan gaya bermain Barcelona. Formasi 4-3-3 ofensif yang diterapkan oleh Pep Guardiola seakan menjadi sempurna dengan ditunjang kemampuan individu dan operan-operan pendek akurat dari kaki ke kaki. Para pemain diharuskan banyak bergerak tanpa bola untuk membuka dan mencari ruang kosong untuk menerima umpan-umpan terobosan. Diperlukan stamina tinggi dan keakuratan operan untuk menerapkan strategi tersebut. Barcelona beruntung memiliki gelandang- gelandang kreatif yang ada pada diri Xavi Hernandes dan Andres Iniesta, winger-winger pekerja keras seperti Daniel Alves, Maxwell, Messi, dan Pedro. Merekalah yang mampu menghidupkan strategi ”Tiki-Taka” yang diterapkan Barcelona. Selain itu tentu saja pelatih mereka Pep Guardiola yang berada di balik layar permainan indah Barcelona.
Permainan individu dengan melewati beberapa pemain dalam permainan Barcelona jarang dilihat dalam waktu 90 menit pertandingan. Mungkin hanya Messi saja yang sering melakukan hal tersebut. Permainan tersebut sangat bertolak belakang sekali dengan seteru abadi mereka Real Madrid yang sekarang di tangan Jose Mourinho dinilai orang melakukan sepak bola pragmatis. Mou menerapkan strategi bervariasi dalam setiap pertandingan yang cocok untuk membawa timnya menang bukan untuk bermain cantik. Bagi Mou sepak bola adalah Gelar, dan gelar diraih apabila sebuah tim dapat memenangkan pertandingan. Hal tersebut dapat terlihat dalam dua Il Classico dalam sepekn pada tanggal 17 dan 21 April 2011. Mou yang terbiasa menggunakan formasi 4-4-2 atau 4-2-3-1, pada dua pertandingan tersebut ia menggunakan formasi 4-3-3 seperti yang diterapkan Barcelona. Namun, ada hal yang membedakan formasi ofensif Barcelona, Mou lebih memilih strategi ultra defense dengan menempatkan 3 gelandang bertipe bertahan yaitu Pepe, Xabi Alonso, dan Sami Khedira. Dalam kedua pertandingan Il Classico terbukti strategi Mou berhasil mengunci permainan operan-operan pendek Barcelona. Pemain Barcelona terbentur dengan 7 pemain Madrid yang bertipe bertahan. Hasilnya, pada pertemuan pertama dalam lanjutan La Liga Madrid berhasil menahan imbang Barcelona, dan pertandingan kedua madrid mampu unggul 1-0 melalui perpanjangan waktu dan meraih juara Copa del Rey. Strategi Mourinho sukses besar.
Jose Mourinho di balik kontroversial dan sepak bola ”pragmatism” nya perlu di akui dia adalah pelatih sukses dan jenius. Banyak varian strategi yang dapat ia munculkan dalam tiap pertandingan. Ia juga tidak terpaku pada gaya bermain pemain, formasi, posisi natural pemain. Pemain belakang pun apabila diperlukan dalam strategi yang dikembangkannya bisa disulap menjadi pemain tengah yang tangguh. Kejeniusannya inilah yang membuat strateginya susah untuk ditebak. Apabila dibandingkan dengan seterunya Pep Guardiola sungguh sangat berbeda jauh sekali. Ditelaah secara dalam strategi dan formasi yang diterapkan oleh Guardiola lebih terkesan monoton. Guardiola terpaku pada formasi 4-3-3 atau 4-2-3-1 nya. Dalam setiap pertandingan strategi tersebut tidak pernah dia rubah, yang dia rubah hanya pemain-pemain yang menempati tiap-tiap posisi dalam formasi tersebut.
Pertemuan kedua pelatih papan atas dalam musim ini masih tersisa dua laga lagi. Hal tersebut terjadi dalam ajang tertinggi di benua biru, yaitu Liga Champions. Dua laga ini menjadi penentuan siapa dari kedua pelatih tersebut yang unggul. Dari tiga pertandingan sebelumnya Barcelona dan Madrid sama-sama mengantongi satu kemenangan dan satu seri. Dalam perolehan gelar musim ini Madrid unggul karena sudah meraih piala Copa del Rey setelah mengalahkan Barcelona. Namun di La Liga langkah Barcelona sepertinya juga sudah susah untuk dibendung. Dapat dikatakan Barcelona berpeluang besar merengkuh gelar di Liga Spanyol. Jadi penentuan akan terjadi di Liga Champions. Siapakah yang mampu membawa timnya lolos ke final Liga Champions yang akan diselenggarakan di Stadion kehormatan rakyat Inggris Wembley?