Kamis, 12 November 2020

PROSES KEMUNDURAN VOC

             Setelah pada abad ke-17 hingga awal abad ke-18 Veerenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) mengalami masa puncak kejayaan. Ditandai dengan semakin banyak kerajaan-kerajaan lokal nusantara berhasil dikuasai, keuntungan perdagangan rempah-rempah yang semakin meimpah. Selain itu jalur perdagangan yang dikuasai oleh VOC semakin besar menyebar luas dari Amsterdam, Tanjung Harapan, India sampai Irian/Papua. Namun, seiring makin banyak wilayah yang dikuasai VOC, hal tersebut juga menuntut kontrol dan pegawasan yang ekstra karena menghadapi permasalahan yang semakin kompleks dan sulit. Dan untuk menangani Hal tersebut dibutuhkan manajemen yang baik yang sayangnya pada pertengahan abad ke-18 tidak memadai karena VOC mulai menunjukkan tanda-tanda kemunduran. Faktor-faktor kemunduran VOC tersebut disebabkan diantaranya oleh komponen-komponen berikut.

1.    Perang Inggris – Belanda (1780-1784)

Meletusnya Perang antara Inggris dengan Belanda ini menjadi salah satu runtutan kemunduran kongsi dagang VOC. Perang ini sendiri dilatarbelakangi konflik mengenai legalitas dan aktivitas perdagangan dengan musuh-musuh Inggris, salah satunya negara yang baru merdeka, Amerika Serikat. Perang ini tidak lepas dari perang kemerdekaan Amerika yang sedang berlangsung antara Inggris melawan Amerika Serikat yang baru merdeka pada tahun 1776 dari kolonialisasi Inggris. Dalam hal ini Belanda melakukan kerjasama diplomatik yang secara tidak langsung mengakui kemerdekaan Amerika Serikat.

Perang antara Inggris dan Belanda ini berakhir dengan kemenangan Inggris setelah ditandatangani Perjanjian Paris oleh kedua belah pihak pada tahun 1783. Dalam perjanjian Paris ini Belanda harus menyerahkan negaptnam kepada Inggris, selain itu juga Inggris mendapatkan hak istimewa perdagangan di Hindia Belanda. Masuknya Inggris dengan mendapatkan hak istimewa perdagangan ini membuat VOC semakin sulit karena memiliki saingan dagang di Hindia Belanda.

2.    PERANG DENGAN KESULTANAN DI NUSANTARA

Selain menghadapi peperangan di Eropa dengan Inggris khususnya, VOC juga menghadapi serangkaian peperangan dengan kesultanan di Nusantara dalam proses perluasan kekuasaan monopolinya. Berikut beberapa perlawanan rakyat Indonesia menghadapi hegemoni VOC.

a.      Perlawanan Rakyat Aceh Terhadap VOC

Aceh merupakan salah satu bandar perdagangan penting di wilayah Indonesia terutama di bagian barat. Hal ini dikarenakan letak kesultanan Aceh yang sangat strategis dimana dekat dengan jalur perdagangan Selat Malaka. Apalagi ketika Malaka berhasil dikuasai oleh Portugis pada tahun 1511,dan Portugis mengeluarkan kebijakan, melarang para pedagang muslim berdagang di Malaka. Hal ini menyebabkan semakin ramainya pelabuhan Aceh dengan para pedagang muslim sehingga Kesultanan Aceh tumbuh menjadi kesultanan yang besar.

Konflik Kesultanan Aceh dengan Portugis berlangsung sangat lama dan terlibat beberapa kali peperangan, seperti pada tahun 1629, Sultan Iskandar Muda mengirim pasukan untuk menghadapi Portugis di Malaka. Serangan ini pada awalnya sempat membuat Portugis kewalahan dan harus mengerahkan semua kekuatannya untuk menghadapi pasukan Sultan Iskandar Muda. Akan tetapi serangan ini masih belum mampu mengusir Portugis dari Malaka.

Sepeninggal Sultan Iskandar Muda, Kesultanan Aceh mengalami kemunduran. Pengganti Sultan Iskandar Muda, Yakni Sultan Iskandar Thani kurang cakap dalam memerintah. Pada tahun 1641 Portugis dapat diusir oleh VOC dengan bantuan Kesultanan Johor. Dalam perkembangannya ini, Aceh berusaha melakukan penyerangan terhadap VOC untuk merebut kekuasaan atas Malaka.

b.      Perlawanan Rakyat Maluku Terhadap VOC

Pada tahun 1605 VOC berhasil mengusir Portugis dari Ambon. Dalam perkembangannya, keberadaan VOC mendapat perlawanan  dari masyarakat Maluku. Perlawanan rakyat ini diakibatkan praktik monopoli perdagangan rempah-rempah yang dilakukan oleh VOC. Beberapa kali VOC harus menghadapi perlawanan masyarakat Maluku yang tidak kecil. Pada tahun 1635-1646 misalnya, VOC harus menghadapi serangan rakyat Hitu yang dipimpin oleh Kakiali. Pada tahun 1650 juga rakyat Ternate melakukan perlawanan dibawah pimpinan Kecili Said. Dua serangan tersebut berhasil diredam oleh VOC karena VOC memiliki persenjataan lengkap dan lebih modern.

Selain melakukan monopoli perdagangan di Maluku, VOC juga mencampuri urusan intern Kerajaan. Pada tahun 1680, VOC berhasil menjadikan Tidore sebagai salah satu Vassal  atau daerah bawahan. Di Tidore ini VOC ikut campur dalam suksesi atau pergantian sultan di Tidore, dimana VOC secara sepihak mengangkat Putra Alam sebagai Sultan. Ini membuat reaksi Sultan Nuku yang seharusnya secara tradisi kerajaan, menjadi Sultan Tidore. Turut campurnya VOC ini menimbulkan perlawanan antara Sultan Nuku melawan VOC.

Perjuangan Sultan Nuku mendapat bantuan dan dukungan dari Sultan Ternate, Pimpinan Raja Ampat, Serta orang-orang Gamrange dari Halmahera. Serangan dengan kekuatan besar dan bertubi-tubi dari Pasukan Sultan Nuku (yang juga mendapat dukungan dari Inggris) akhirnya berhasil mengembalikan kekuasaan Tidore. Keberhasilan ini membuat Sultan Nuku kembali menduduki Takhta kerajaan dan melepaskan Tidore sebagai daerah bawahan (Vassal) VOC.

c.       Perlawanan Sultan Agung Terhadap VOC

Sultan Agung adalah sultan terbesar Kesultanan Mataram Islam. Pada masa Sultan Agung, Mataram Islam berhasil mendominasi sebagian besar wilayah pulau Jawa, kecuali Batavia. Batavia sendiri saat itu posisinya dikuasai oleh VOC. Sultan Agung menganggap keberadaan VOC di Batavia akan mengancam dominasi Mataram. Sultan Agung khawatir tentang keberadaan VOC yang mengakibatkan penderitaan bagi para pedagang pribumi karena VOC melakukan monopoli perdagangan. Selain itu seringkali VOC juga mengganggu kapal dagang Mataram yang akan berlayar menuju Malaka. Permasalahan-permasalahan tersebut yang nantinya membuat Sultan Agung merencanakan mengusir VOC dari Batavia.

        Serangkaian perang dengan kesultanan-kesultanan Nusantara ini yang membuat beban kas        VOC semakin besar dan membuat VOC kesulitan keuangan.