Setelah pada abad ke-17 hingga awal abad ke-18 Veerenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) mengalami masa puncak kejayaan. Ditandai dengan semakin banyak kerajaan-kerajaan lokal nusantara berhasil dikuasai, keuntungan perdagangan rempah-rempah yang semakin meimpah. Selain itu jalur perdagangan yang dikuasai oleh VOC semakin besar menyebar luas dari Amsterdam, Tanjung Harapan, India sampai Irian/Papua. Namun, seiring makin banyak wilayah yang dikuasai VOC, hal tersebut juga menuntut kontrol dan pegawasan yang ekstra karena menghadapi permasalahan yang semakin kompleks dan sulit. Dan untuk menangani Hal tersebut dibutuhkan manajemen yang baik yang sayangnya pada pertengahan abad ke-18 tidak memadai karena VOC mulai menunjukkan tanda-tanda kemunduran. Faktor-faktor kemunduran VOC tersebut disebabkan diantaranya oleh komponen-komponen berikut.
1. Perang Inggris – Belanda (1780-1784)
Meletusnya Perang antara
Inggris dengan Belanda ini menjadi salah satu runtutan kemunduran kongsi dagang
VOC. Perang ini sendiri dilatarbelakangi konflik mengenai legalitas dan
aktivitas perdagangan dengan musuh-musuh Inggris, salah satunya negara yang
baru merdeka, Amerika Serikat. Perang ini tidak lepas dari perang kemerdekaan
Amerika yang sedang berlangsung antara Inggris melawan Amerika Serikat yang
baru merdeka pada tahun 1776 dari kolonialisasi Inggris. Dalam hal ini Belanda melakukan
kerjasama diplomatik yang secara tidak langsung mengakui kemerdekaan Amerika
Serikat.
Perang antara Inggris dan Belanda ini berakhir dengan kemenangan Inggris setelah ditandatangani Perjanjian Paris oleh kedua belah pihak pada tahun 1783. Dalam perjanjian Paris ini Belanda harus menyerahkan negaptnam kepada Inggris, selain itu juga Inggris mendapatkan hak istimewa perdagangan di Hindia Belanda. Masuknya Inggris dengan mendapatkan hak istimewa perdagangan ini membuat VOC semakin sulit karena memiliki saingan dagang di Hindia Belanda.
2. PERANG
DENGAN KESULTANAN DI NUSANTARA
Selain menghadapi peperangan di Eropa
dengan Inggris khususnya, VOC juga menghadapi serangkaian peperangan dengan
kesultanan di Nusantara dalam proses perluasan kekuasaan monopolinya. Berikut
beberapa perlawanan rakyat Indonesia menghadapi hegemoni VOC.
a. Perlawanan
Rakyat Aceh Terhadap VOC
Aceh
merupakan salah satu bandar perdagangan penting di wilayah Indonesia terutama
di bagian barat. Hal ini dikarenakan letak kesultanan Aceh yang sangat
strategis dimana dekat dengan jalur perdagangan Selat Malaka. Apalagi ketika
Malaka berhasil dikuasai oleh Portugis pada tahun 1511,dan Portugis
mengeluarkan kebijakan, melarang para pedagang muslim berdagang di Malaka. Hal
ini menyebabkan semakin ramainya pelabuhan Aceh dengan para pedagang muslim
sehingga Kesultanan Aceh tumbuh menjadi kesultanan yang besar.
Konflik
Kesultanan Aceh dengan Portugis berlangsung sangat lama dan terlibat beberapa
kali peperangan, seperti pada tahun 1629, Sultan Iskandar Muda mengirim pasukan
untuk menghadapi Portugis di Malaka. Serangan ini pada awalnya sempat membuat
Portugis kewalahan dan harus mengerahkan semua kekuatannya untuk menghadapi
pasukan Sultan Iskandar Muda. Akan tetapi serangan ini masih belum mampu
mengusir Portugis dari Malaka.
Sepeninggal
Sultan Iskandar Muda, Kesultanan Aceh mengalami kemunduran. Pengganti Sultan
Iskandar Muda, Yakni Sultan Iskandar Thani kurang cakap dalam memerintah. Pada
tahun 1641 Portugis dapat diusir oleh VOC dengan bantuan Kesultanan Johor.
Dalam perkembangannya ini, Aceh berusaha melakukan penyerangan terhadap VOC
untuk merebut kekuasaan atas Malaka.
b. Perlawanan
Rakyat Maluku Terhadap VOC
Pada
tahun 1605 VOC berhasil mengusir Portugis dari Ambon. Dalam perkembangannya,
keberadaan VOC mendapat perlawanan dari
masyarakat Maluku. Perlawanan rakyat ini diakibatkan praktik monopoli
perdagangan rempah-rempah yang dilakukan oleh VOC. Beberapa kali VOC harus
menghadapi perlawanan masyarakat Maluku yang tidak kecil. Pada tahun 1635-1646
misalnya, VOC harus menghadapi serangan rakyat Hitu yang dipimpin oleh Kakiali.
Pada tahun 1650 juga rakyat Ternate melakukan perlawanan dibawah pimpinan
Kecili Said. Dua serangan tersebut berhasil diredam oleh VOC karena VOC
memiliki persenjataan lengkap dan lebih modern.
Selain
melakukan monopoli perdagangan di Maluku, VOC juga mencampuri urusan intern
Kerajaan. Pada tahun 1680, VOC berhasil menjadikan Tidore sebagai salah satu
Vassal atau daerah bawahan. Di Tidore
ini VOC ikut campur dalam suksesi atau pergantian sultan di Tidore, dimana VOC
secara sepihak mengangkat Putra Alam sebagai Sultan. Ini membuat reaksi Sultan
Nuku yang seharusnya secara tradisi kerajaan, menjadi Sultan Tidore. Turut
campurnya VOC ini menimbulkan perlawanan antara Sultan Nuku melawan VOC.
Perjuangan
Sultan Nuku mendapat bantuan dan dukungan dari Sultan Ternate, Pimpinan Raja
Ampat, Serta orang-orang Gamrange dari Halmahera. Serangan dengan kekuatan
besar dan bertubi-tubi dari Pasukan Sultan Nuku (yang juga mendapat dukungan
dari Inggris) akhirnya berhasil mengembalikan kekuasaan Tidore. Keberhasilan
ini membuat Sultan Nuku kembali menduduki Takhta kerajaan dan melepaskan Tidore
sebagai daerah bawahan (Vassal) VOC.
c. Perlawanan
Sultan Agung Terhadap VOC
Sultan
Agung adalah sultan terbesar Kesultanan Mataram Islam. Pada masa Sultan Agung,
Mataram Islam berhasil mendominasi sebagian besar wilayah pulau Jawa, kecuali
Batavia. Batavia sendiri saat itu posisinya dikuasai oleh VOC. Sultan Agung
menganggap keberadaan VOC di Batavia akan mengancam dominasi Mataram. Sultan Agung
khawatir tentang keberadaan VOC yang mengakibatkan penderitaan bagi para
pedagang pribumi karena VOC melakukan monopoli perdagangan. Selain itu
seringkali VOC juga mengganggu kapal dagang Mataram yang akan berlayar menuju
Malaka. Permasalahan-permasalahan tersebut yang nantinya membuat Sultan Agung
merencanakan mengusir VOC dari Batavia.
Serangkaian perang dengan kesultanan-kesultanan Nusantara ini yang membuat beban kas VOC semakin besar dan membuat VOC kesulitan keuangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar