Sabtu, 02 Februari 2013

FANTASIA


FANTASIA
Oleh : Arief Natakusumah
Tabloid Bola Edisi 2460

Pekan demi pekan, Serie A menata imperiumnya usai terkena imbas krisis moral sampai ekonomi. Sepak bola selalu soal era. Sehebat apa pun model bisnisnya, permainan ini tetap berakar pada budaya, ekspresi, dan taktik: trilogi Renaissance yang pernah lahir di Italia. Mereka punya sejarah hebat untuk meraih kejayaannya lagi.
Sejak lama Serie A kerap divonis berlebihan. Dari mengutuk filosofinya, menggugat catenaccio, sampai dianggap taktik memalukan. Padahal, opini seperti itu justru menegaskan ketidakmengertian pada esensi calcio. Dalam kesempatan kali ini, saya mengajak anda untuk sekilas membedah inti permainan Italia yang jadi ramuan tersuci mereka: fantasia dan furbizia.
layaknya konsep menyerang-bertahan, sepak bola itu peperangan. Pada teori kesempatan, ia menjadi arena persaingan sehari-hari. Jadi, bebas saja melakukan strategi apa pun. Lagi pula tak ada dosa di calcio.  Seperti itu kira-kira pikiran orang Italia menganalogikan falsafah sepak bolanya.
Maka dari itu, Tobias Jones dalam buku The Dark Heart of Italy (2003) bilang begini: “Untuk memahami kekuatan bangsa Italia, pahamilah kekuatan sepak bola mereka.” Dalam konteks “the world of game” pun seluruh bangsa di dunia dan semua tim sejagat berhak memainkan gaya sesuai karakteristik dan kemampuannya.
Deskripsi fantasia dan furbizia tidak ada dalam istilah sepak bola Inggris, Belanda, apalagi Jerman. Di Ensiklopedia Britannica, rincian fantasia hanya beberapa baris. Tapi, furbizia tidak ada sama sekali. Akar sinonim fantasia adalah fantasy, bisa juga fancy. Dalam istilah musik, fancy berarti komposisi yang lahir secara inspiratif dan imitatif. Fantasia dan furbizia adalah konsekuensi homogenitas budaya yang menjadi pilihan sejati. Menurut deskripsi budayawan Andrea Tallarita, fantasia berasal dari Brazil dan furbizia dari Argentina. Setiap tim di Italia selalu memiliki dua ekspresi impor ini.
Fantasia bermakna “chi vuole mantenere”, yang telah dimiliki. Furbizia bermakna “chi vuole acquistare, yang tidak dimiliki. Hal ini tentang pengakuan. Pada konsep calcio, setiap pemain selalu punya posisi umum dan posisi khusus. Artinya di dalam satu tim berisi 11 pemain, bisa terdapat 15-16 macam peran!
Konkretnya begini, dari pemain macam Francesco Totti atau Andrea Pirlo saja, selain menjadi jantung permainan, mereka lazim untuk memerankan tugas inspiratos, organisator, algojo, bahkan dalang kekaucauan lawan. Begitulah ruwetnya calcio, seperti halnya bangsa Italia yang suka hal-hal rumit.di negeri ini, permainan lebih kental beraroma taktik ketimbang teknik.

FACCI SOGNARE
Secara etimologis, fantasia bermakna penampakan, apparizione, dan berasal dari kata phantasos, dewa mimpi bangsa Yunani. Bagaimana fantasia bekerja dalam permainan? Fantasia terjadi cuma beberapa kali sepanjang 90 menit. Fantasia harus senantiasa mengarah kepada pengambilan inisiatif atau pemanfaatan kesempatan. Tanpanya, fantasia tidak efektif dijalankan.
Tahap awal proses fantasia berupa eksplorasi singkat misalnya dengan membuka dan menutup ruangan, serangan tiba-tiba atau berniat untuk memudarkan taktik lawan. Semua dilakukan secara sekejap dengan cara elegan berteknik tinggi. Lalu yang paling menentukan: fantasia sangat butuh satu pemain paling spesial yang punya visi paling hebat.
Orang Italia menyebut tokoh ini “il fantasista”, sang kreator. Bisa juga diartikan si pemikir. Dia adalah professional of imagination, yang secara aklamasi dan faktual harus ada dalam sebuah tim. Tugas fantasista membuat kejutan, mengubah arah permainan, memproduksi inisiatif, ofensif, logika, menyusun skenario, dan skema untuk tujuan konkret.
Uniknya, dia tak punya posisi pasti di lapangan, meski dipastikan bakal berkeliaran di antara gelandang dan penyerang. Bisa sebagai trequartista bisa pula tidak. Sang fantasista meski berteknik tinggi, berwawasan luas, kendali bolanya sempurna, passing ciamik, serta hampir pasti pakar membaca permainan.
Muncul kepercayaan seorang fantasista itu lebih dari soal bakat atau bentukan, tapi dilahirkan. Jika ada seseorang yang ditunjuk menjadi pelatih sebuah tim di Italia, prioritas pertama dia adalah mengetahui dulu atau menemukan calon fantasista-nya. Fantasia bukan output, tapi proses, skenario untuk mengubah mimpi jadi kenyataan.
Di mata tifosi, metafora fantasia adalah “facci sognare”, yang berarti “berilah kami impian”. Metafora ini banyak diungkapkan sebagai harapan. “Pada dasarnya fantasia seperti alat elektronik yang bisa terhubung dan bisa dikombinasikan kemana pun sesuai kebutuhan, keinginan, kesenangan,” begitu sebut Italo Calvino, seorang jurnalis dan novelis lokal.
Bagaimana dengan furbizia? Nantikan pembahasannya di lain waktu.

1 komentar: