Sabtu, 04 Agustus 2012

DARI SKOTLANDIA UNTUK SETAN MERAH


Manchester United merupakan salah satu klub besar yang dimiliki oleh Britania Raya. Klub ini telah berdiri lebih dari satu abad dan memiliki kisah tentang jatuh bangunnya untuk bertahan dalam sepakbola professional. Berawal dari sebuah depot kereta api Lancashire dan Yorkshire di Newton Heath, klub sepak bola terbentuk. Nama klub sepak bola tersebut adalah Newton Heath Lancashire and Yorkshire Railway Football Club (Newton Heath LYR F.C) yang beranggotakan para pekerja depot kerata api tersebut sebagai pemainnya. Klub inilah yang merupakan cikal bakal dari klub yang saat ini dikenal dengan Manchester United.
Pada tahun 1902 Newton Heath LYR FC mengalami kesulitan keuangan dan terancam bangkrut. Berbagai upaya dilakukan untuk menggalang dana menyelamatkan klub tersebut. Salah satu yang unik adalah menggunakan anjing bernama Major. Major adalah anjing milik kapten Harry Stafford. Major anjing penghibur yang setiap pertandingan berkeliling ke bangku penonton untuk mengumpulkan sumbangan dana dari para penonton dengan membawa kantong di pundaknya. Namun hal itu tidak dapat menyelesaikan masalah keuangan klub tersebut. Kemudian muncullah sosok john Henry Davies seorang direktur perusahaan bir Manchester Breweries yang tertarik dan berniat membeli major. Namun sang pemilik Harry Stafford awalnya tidak setuju, tetapi setelah dilakukan negosiasi akhirnya ia setuju. Dalam kesepakatan tersebut John Henry Davies akan menginvestasikan dana untuk Newton Heath.
Pada pertemuan dewan klub setelah John Henry Davies menginvestasikan dana ke klub, diusulkan untuk mengganti nama klub. Nama Manchester Central dan Manchester Celtic sempat diajukan. Namun salah satu dewan klub asal Italia Louis Rocca mengusulkan nama Manchester United dan disetujui oleh sebagian besar dewan yang hadir. Akhirnya resmilah pada 26 April 1902 Newton Heath berubah nama menjadi Manchester United hingga sekarang.
Semenjak berdiri hingga sekarang Skotlandia memiliki arti yang sangat penting dalam kejayaan Manchester United. Pada tahun 1910 Manchester United berpindah markas menuju Old Trafford yang terletak di Manchester Barat. Stadion baru tersebut dibangun pada tahun 1909 oleh arsitek asal Skotlandia Archibald Leitch. Stadion megah tersebut akan menjadi saksi jatuh bangunnya klub Manchester United dalam meraih kejayaan.
Manchester United harus bersabar lama untuk memulai masa kejayaan. Awal era kejayaan pertama dimulai pada tahun 1954. Saat itu klub menunjuk seorang asisten manajer dari klub Liverpool, Matt Busby, untuk dijadikan manajer klub. Langkah ini sangat tepat. Selama di tangan manajer asal Skotlandia, Manchester United menjadi tim papan atas Inggris gelar-gelar domestik berhasil diraih. Puncaknya pada tahun 1968 Manchester United berhasil  meraih Piala Champions setelah mengalahkan klub raksasa Portugal, Benfica dengan skor 4-1 di partai final. Manchester United menjadi klub Inggris pertama yang meraih gelar Piala Champions. Setelah itu Matt Busby dianugerahi gelar ”Sir” dari Ratu Inggris.
Pada era Matt Busby sempat terjadi tragedi yang sangat memilukan yang dikenal sebagai Tragedi Muenchen (Tragedy Munich). Pada 6 Februari 1958, sebuah pesawat Twin Engined Elizabethan milik British European Airways (BEA) gagal terbang dan meledak. Peristiwa tersebut menewaskan hampir seluruh punggawa United dan Matt Busby menjadi salah satu dari punggawa United yang selamat. Pada saat itu menjadi era duka bagi United. Peristiwa tersebut tidak hanya membekas bagi pendukung United saat itu saja, melainkan bagi dunia dan dari generasi-generasi pendukung Manchester United.
Setelah meraih gelar Piala Champions pertamanya, Sir Matt Busby memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan manajer setan merah. Keputusan ini sungguh mengejutkan karena para pendukung merasa Sir Matt Busby tak tergantikan. Namun, keputusan telah dibuat dan Busby tetap pergi dari Old Trafford. Sepeninggal Busby benar saja prestasi Manchester United pun menurun. Selama lebih dari satu dekade United minim prestasi. Bahkan United sempat turun kasta ke divisi dua pada tahun 1972.
Butuh waktu lama Manchester United menanti sosok yang pantas menangani tim menuju kejayaan. Penantian itu berujung pada penunjukan manajer asal Skotlandia Alexander Chapman Ferguson pada November 1986. Alex Ferguson datang ke Old Trafford dengan prestasi cukup cemerlang. Pada 11 Mei 1983 merupakan hari bersejarah bagi Ferguson. Pada hari itu Ferguson berhasil membawa Aberdeen menjuarai Piala Winners dengan mengalahkan klub raksasa Spanyol, Real Madrid 2-1. Prestasi tersebut melambungkan nama Ferguson. Pada tahun 1985 Ferguson ditunjuk sebagai pelatih sementara Timnas Skotlandia menjelang Piala Dunia 1986 di Mexico karena Jock Stein pelatih Skotlandia sebelumnya meninggal dunia.
Ferguson datang ke Old Trafford dengan kondisi tim yang kacau. Pemain tidak disiplin dan pecandu alkohol. Hal ini yang awalnya dibenahi oleh Ferguson. ”Roma tidak dibangun dalam waktu semalam”, pepatah tersebut sangat cocok dengan kiprah awal Ferguson di Manchester United. Butuh waktu empat musim untuk Ferguson melabuhkan gelar pertamanya bagi United. Dibawah bayang-bayang pemecatan, Ferguson melabuhkan Piala FA musim 1989/1990 ke Old Trafford. Gelar tersebut seakan kunci untuk membuka pintu menuju gelar-gelar berikutnya. Jelas saja ketika liga berubah format menjadi Liga Primer Inggris pada musim 1992/1993 laju Manchester United tidak tertahankan. Puncak era Ferguson adalah pada musim 1998/1999 ketika membawa United meraih treble winner. United meraih gelar juara liga, Piala FA, dan Liga Champions dengan mengalahkan Bayern Muenchen dalam final yang dramatis dan dianggap salah satu final terbaik abad 20. Pada musim 2009/2010 juga merupakan musim terbaik Ferguson karena berhasil membawa United menyamai gelar terbanyak Liga Inggris milik Liverpool sebanyak 18 trofi. Pada musim berikutnya United melampaui Liverpool dengan 19 gelar juara.
Pada akhir musim 2011/2012 Ferguson tertahan tetangga United yaitu Manchester City dalam perebutan gelar liga. Namun Ferguson tetap menciptakan rekor tersendiri. Dia berhasil melampaui rekor Sir Matt Busby dengan menjadi manajer setan merah selama 25 tahun. Selain itu juga pada 23 November 2004 ketika menjamu Olympique Lyonnais di ajang Liga Champions Ferguson merayakan pertandingan ke-1000 sebagai manajer Manchester United. Tidak mudah mencapai angka tersebut  dalam satu tim. Tidak heran jika Ferguson menjadi legenda di Theatre of Dreams. Para pendukung tidak akan risau pemain-pemain bintang pergi dari Old Trafford selama Ferguson masih duduk sebagai manajer.
Sampai saat ini belum ada tanda-tanda Ferguson untuk pensiun sebagai manajer Manchester United. Namun nama-nama tenar sudah dimunculkan untuk menjadi suksesor sang manajer, dari sang anak Darren Ferguson, Jose Mourinho, Pep Guardiola, hingga sang mantan assisten Carlos Queiroz. Nama David Moyes manajer Everton asal Skotlandia sempat dianggap paling pantas menggantikan peran Ferguson di Manchester United. Moyes dianggap memiliki konsep dan kedisiplinan yang sangat mirip dengan Ferguson. Namun itu semua baru spekulasi hingga Ferguson benar-benar mengucap selamat tinggal pada kursi manajer sepak bola. Hal yang tidak ada satu orang pun yang tahu kapan dia akan pensiun. Pintu rekor akan terus terbuka untuk Ferguson.
”Saya pikir bekerja adalah sesuatu yang penting dan saya hidup untuk bekerja. Beberapa orang menginginkan tidak bekerja, tetapi saya ingin terus bekerja selama saya hidup.” (Sir Alexander Chapman Ferguson)
[ERN ; 4-8-2012 ; 18:04]

Selasa, 17 April 2012

Faktor Wasit Yang Menentukan


Partai semifinal Liga Champions musim 2011/2012 yang mempertemukan antara Barcelona melawan Chelsea pada tanggal 19 April 2012, mengingatkan kembali akan memori semifinal 2008/2009.  Pertandingan yang kala itu meloloskan Barcelona ke final dan menjadikannya juara, sempat mengundang kontroversi. Pertandingan Leg-2 yang menentukan kala itu diwarnai keputusan kontroversial wasit Tom Hening Ovrebo.
Pertandingan yang digelar di Stamford Bridge kala itu sangat menentukan, mengingat pada leg-1 di Camp Nou hasil yang didapat adalah skor kacamata alias 0-0. Chelsea diwajibkan menang di leg-2 serta Barcelonan hanya butuh hasil imbang dengan mencetak gol ke gawang lawan.  Chelsea sempat merajut asa dengan mencetak gol terlebih dahulu lewat tendangan jarak jauh Mikael Essien. Keunggulan Chelsea tersebut bertahan hingga 90 menit waktu normal. Namun, di injury time terjadi dua kejadian yang merubah hasil pertandingan. Menit 92’ Andres Iniesta mencetak gol yang berharga bagi Barcelona untuk menyamakan kedudukan dan mengungguli gol tandang secara agregat.
Dalam kondisi imbang tersebut Chelsea berusaha menyerang gawang Barcelona secara terus menerus hingga keputusan kontroversial terjadi. Wasit yang berdiri di dekat kejadian handball Samuel Etoo di dalam kotak penalty justru membiarkan hal tersebut terjadi tanpa memberi hukuman penalty. Kontan seluruh awak Chelsea melakukan protes hingga masuk ke ruang ganti.
Pertandingan semifinal yang akan digelar pada tanggal 18 April 2012 di Stramford Bridge menghadirkan dendam kesumat yang akan diusung Chelsea akan pertandingan 3 tahun lalu. Wasit kali ini menjadi sorotan. Tidak hanya pertandingan semifinal kali ini saja, beberapa pertandingan yang dilakukan Barcelona sebelumnya menyisakan komentar pedas bahwa sebagian besar wasit lebih memberikan keuntungan kepada Barcelona. Jose Mourinho pelatih Real Madrid mencurigai ada konspirasi untuk meloloskan Barcelona untuk berlaga di Final. jadi, semoga akan terhadir pertandingan seru dan bersih tanpa intrik-intrik di luar sepak bola.

Senin, 02 April 2012

SEPAK BOLA DAN TEKNOLOGI


Perdebatan tentang penggunaan alat bantu wasit untuk menentukan masuk atau tidaknya bola ke dalam gawang kembali menghangat. Apalagi setelah pertandingan sengit Liga Italia antara Juventus melawan AC Milan. Pertandingan yang bertajuk “Derby d’Italia” itu berkesudahan imbang 1-1. Namun bukan berarti cerita selesai sampai disitu. Ada cerita yang masih berlanjut dalam pertandingan tersebut, ketika pada babak pertama pemain Milan, Sulley Muntari, menanduk bola ke gawang Juventus dan ditepis oleh Buffon. Ketika tayangan ulang diputar dan dilihat dari berbagai sudut terlihat bola sudah jauh masuk ke gawang dan Buffon menepis bola di dalam gawang.
Kejadian seperti di atas memang bukan pertama kali dalam pertandingan sepakbola, baik di Eropa ataupun di bagian dunia lain. Bahkan di event sekelas Piala Dunia wasit bisa melakukan kesalahan yang sama. Masih ingatkah partai perdelapan final Piala Dunia 2010 antara Jerman melawan Inggris. Pertandingan yang berakhir untuk kemenangan Jerman 4-0 tersebut diwarnai dengan dianulirnya gol dari Frank Lampard. Padahal ketika diputar tayangan ulang, bola sudah melewati garis gawang kurang lebih 50 cm.
Kejadian-kejadian diatas menghangatkan kembali usulan dan perdebatan klasik tentang penggunaan alat bantu kepada wasit untuk mengambil keputusan gol atau tidak gol. FIFA sebagai badan tertinggi sepak bola dunia beberapa tahun belakangan mencoba mempertimbangkan penggunaan alat bantu tersebut. FIFA dengan para pengembang teknologi mencoba mengembangkan sebuah alat berupa sebuah chip yang ditaruh di dalam bola. Chip tersebut dilengkapi sensor yang menandai bola telah gol atau belum, dan akan memberi tahu kepada wasit melalui jam tangan yang telah dirancang terintegrasi dengan chip pada bola. Apabila hal ini diresmikan tentu saja akan mempermudah kerja wasit dalam memberi keputusan.
Namun sebenarnya ide alat bantu wasit ini tidak begitu lancar. Timbul sebuah pro dan kontra di mata penikmat sepak bola di seluruh dunia. Pihak yang pro menyatakan bahwa penggunaan alat bantu tersebut akan membuat pentandingan lebih bersih dan akan menghindarkan terjadinya keputusan kontroversial tentang gol atau tidak sebuah tendangan. Pihak yang kontra juga memiliki alasan sendiri yang kuat. Mereka beranggapan bahwa sepak bola adalah sebuah permainan yang dimainkan oleh manusia, segala aturannya dibuat oleh manusia, dan wasitnya juga seorang manusia. Jadi apabila terjadi sebuah kesalahan dalam sebuah pertandingan itu harus dimaklumi, karena manusia bukanlah makhluk yang sempurna.
Penggunaan teknologi dalam sepak bola ide untuk meminimalisir kontroversi yang terjadi dalam sebuah pertandingan. Dalam tiga musim kebelakang di Liga Champions terjadi sebuah perubahan dalam perangkat pertandingan. Selain wasit utama dan dua hakim garis, terdapat dua wasit lagi yang bertugas di samping gawang. Keputusan tersebut dilakukan atas ide dan pertimbangan dari badan tertinggi sepak bola Eropa (Red- UEFA) yang diketuai oleh Michel Platini. Keputusan tersebut diterapkan untuk meminimalisir keputusan-keputusan kontroversi mengenai gol atau tidak gol sebuah tendangan.
Apa yag dilakukan UEFA tersebut terlihat lebih “memanusiakan” sepak bola ketimbang harus memasukkan teknologi ke dalam perangkat pertandingan. Namun bukan berarti ide UEFA ini lancar diterapkan. Hingga saat ini penggunaan wasit tambahan di sisi gawang baru diterapkan di Liga Champions dan Liga Europa saja. UEFA mengharapkan liga-liga di negara Eropa mulai menerapkan peraturan tersebut. Bahkan UEFA juga mengusulkan kepada FIFA untuk lebih baik menggunakan peraturan tersebut dalam event yang diselenggarakan FIFA seperti Piala Dunia. Namun, sekali lagi hal tersebut harus terbentur dengan sulitnya koordinasi terutama masalah nonteknis mengenai ketidakakuran Platini dan Blatter.
Mungkin cara terbaik agar sepak bola tetap menarik adalah dengan membiarkannya tetap berpijak ke tanah seperti layaknya manusia. Sepak bola yang diciptakan dengan tangan dan pikiran manusia biarlah tetap manusia yang mengambil alih semuanya walaupun manusia itu tempatnya salah. Sepak bola tetap menjadi olahraga nomor satu hingga sekarang karena sepak bola tidak pernah hilang dari sisi kemanusiaannya. Piala Dunia 1986 dengan gol tangan Tuhan, Piala Dunia 2010 dengan Gol “hantu” Frank Lampard, dan yang terbaru gol “hantu” muntari di gawang Juventus. Cerita-cerita mengenai pertandingan-pertandingan tersebut tidak pernah habis. Dan disitulah letak daya tarik sepak bola.
ern -29 Maret 2012-