Senin, 02 April 2012

SEPAK BOLA DAN TEKNOLOGI


Perdebatan tentang penggunaan alat bantu wasit untuk menentukan masuk atau tidaknya bola ke dalam gawang kembali menghangat. Apalagi setelah pertandingan sengit Liga Italia antara Juventus melawan AC Milan. Pertandingan yang bertajuk “Derby d’Italia” itu berkesudahan imbang 1-1. Namun bukan berarti cerita selesai sampai disitu. Ada cerita yang masih berlanjut dalam pertandingan tersebut, ketika pada babak pertama pemain Milan, Sulley Muntari, menanduk bola ke gawang Juventus dan ditepis oleh Buffon. Ketika tayangan ulang diputar dan dilihat dari berbagai sudut terlihat bola sudah jauh masuk ke gawang dan Buffon menepis bola di dalam gawang.
Kejadian seperti di atas memang bukan pertama kali dalam pertandingan sepakbola, baik di Eropa ataupun di bagian dunia lain. Bahkan di event sekelas Piala Dunia wasit bisa melakukan kesalahan yang sama. Masih ingatkah partai perdelapan final Piala Dunia 2010 antara Jerman melawan Inggris. Pertandingan yang berakhir untuk kemenangan Jerman 4-0 tersebut diwarnai dengan dianulirnya gol dari Frank Lampard. Padahal ketika diputar tayangan ulang, bola sudah melewati garis gawang kurang lebih 50 cm.
Kejadian-kejadian diatas menghangatkan kembali usulan dan perdebatan klasik tentang penggunaan alat bantu kepada wasit untuk mengambil keputusan gol atau tidak gol. FIFA sebagai badan tertinggi sepak bola dunia beberapa tahun belakangan mencoba mempertimbangkan penggunaan alat bantu tersebut. FIFA dengan para pengembang teknologi mencoba mengembangkan sebuah alat berupa sebuah chip yang ditaruh di dalam bola. Chip tersebut dilengkapi sensor yang menandai bola telah gol atau belum, dan akan memberi tahu kepada wasit melalui jam tangan yang telah dirancang terintegrasi dengan chip pada bola. Apabila hal ini diresmikan tentu saja akan mempermudah kerja wasit dalam memberi keputusan.
Namun sebenarnya ide alat bantu wasit ini tidak begitu lancar. Timbul sebuah pro dan kontra di mata penikmat sepak bola di seluruh dunia. Pihak yang pro menyatakan bahwa penggunaan alat bantu tersebut akan membuat pentandingan lebih bersih dan akan menghindarkan terjadinya keputusan kontroversial tentang gol atau tidak sebuah tendangan. Pihak yang kontra juga memiliki alasan sendiri yang kuat. Mereka beranggapan bahwa sepak bola adalah sebuah permainan yang dimainkan oleh manusia, segala aturannya dibuat oleh manusia, dan wasitnya juga seorang manusia. Jadi apabila terjadi sebuah kesalahan dalam sebuah pertandingan itu harus dimaklumi, karena manusia bukanlah makhluk yang sempurna.
Penggunaan teknologi dalam sepak bola ide untuk meminimalisir kontroversi yang terjadi dalam sebuah pertandingan. Dalam tiga musim kebelakang di Liga Champions terjadi sebuah perubahan dalam perangkat pertandingan. Selain wasit utama dan dua hakim garis, terdapat dua wasit lagi yang bertugas di samping gawang. Keputusan tersebut dilakukan atas ide dan pertimbangan dari badan tertinggi sepak bola Eropa (Red- UEFA) yang diketuai oleh Michel Platini. Keputusan tersebut diterapkan untuk meminimalisir keputusan-keputusan kontroversi mengenai gol atau tidak gol sebuah tendangan.
Apa yag dilakukan UEFA tersebut terlihat lebih “memanusiakan” sepak bola ketimbang harus memasukkan teknologi ke dalam perangkat pertandingan. Namun bukan berarti ide UEFA ini lancar diterapkan. Hingga saat ini penggunaan wasit tambahan di sisi gawang baru diterapkan di Liga Champions dan Liga Europa saja. UEFA mengharapkan liga-liga di negara Eropa mulai menerapkan peraturan tersebut. Bahkan UEFA juga mengusulkan kepada FIFA untuk lebih baik menggunakan peraturan tersebut dalam event yang diselenggarakan FIFA seperti Piala Dunia. Namun, sekali lagi hal tersebut harus terbentur dengan sulitnya koordinasi terutama masalah nonteknis mengenai ketidakakuran Platini dan Blatter.
Mungkin cara terbaik agar sepak bola tetap menarik adalah dengan membiarkannya tetap berpijak ke tanah seperti layaknya manusia. Sepak bola yang diciptakan dengan tangan dan pikiran manusia biarlah tetap manusia yang mengambil alih semuanya walaupun manusia itu tempatnya salah. Sepak bola tetap menjadi olahraga nomor satu hingga sekarang karena sepak bola tidak pernah hilang dari sisi kemanusiaannya. Piala Dunia 1986 dengan gol tangan Tuhan, Piala Dunia 2010 dengan Gol “hantu” Frank Lampard, dan yang terbaru gol “hantu” muntari di gawang Juventus. Cerita-cerita mengenai pertandingan-pertandingan tersebut tidak pernah habis. Dan disitulah letak daya tarik sepak bola.
ern -29 Maret 2012-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar